DOSEN : RAMITA HAPSARI
NAMA : AKSAN
QOMARULLAH
NPM :
10116472
KELAS : 1KA19
SEJARAH HIDUP BUNG KARNO
Ir Soekarno dikenal
sebagai Presiden pertama Republik Indonesia dan juga sebagai Pahlawan
Proklamasi, Soekarnoyang biasa dipanggil Bung Karno,
lahir di Blitar, Jawa Timur, 6 Juni 1901 dan wafat pada tanggal 21 Juni 1970 di
Jakarta. Saat ia lahir dinamakan Koesno Sosrodihardjo. Ayahnya bernama Raden
Soekemi Sosrodihardjo dan ibunya Ida Ayu Nyoman Rai. Semasa hidupnya, beliau
mempunyai tiga istri dan dikaruniai delapan anak. Dari istri Fatmawati
mempunyai anak Guntur, Megawati, Rachmawati, Sukmawati dan Guruh. Dari istri
Hartini mempunyai Taufan dan Bayu, sedangkan dari istri Ratna Sari Dewi, wanita
turunan Jepang bernama asli Naoko Nemoto mempunyai anak Kartika.
Masa kecil Soekarno hanya beberapa tahun hidup bersama orang
tuanya di Blitar. Semasa SD hingga tamat, beliau tinggal di Surabaya, indekos
di rumah Haji Oemar Said Tokroaminoto, politisi kawakan pendiri Syarikat Islam.
Kemudian melanjutkan sekolah di HBS (Hoogere Burger School). Saat belajar di
HBS itu, Soekarno telah menggembleng jiwa nasionalismenya. Selepas lulus HBS
tahun 1920, pindah ke Bandung dan melanjut ke THS (Technische Hoogeschool atau
sekolah Tekhnik Tinggi yang sekarang menjadi IT. Ia berhasil meraih gelar “Ir”
pada 25 Mei 1926.
Kemudian, beliau merumuskan ajaran Marhaenisme dan mendirikan
PNI (Partai Nasional lndonesia) pada 4 Juli 1927, dengan tujuan Indonesia Merdeka. Akibatnya,
Belanda memasukkannya ke penjara Sukamiskin, Bandung pada 29 Desember
1929.
Saat dipenjara, Soekarno mengandalkan hidupnya dari sang istri.
Seluruh kebutuhan hidup dipasok oleh Inggit yang dibantu oleh kakak kandung
Soekarno, Sukarmini atau yang lebih dikenal sebagai Ibu Wardoyo. Saat dipindahkan
ke penjara Sukamiskin, pengawasan terhadap Soekarno semakin keras dan ketat.
Dia dikategorikan sebagai tahanan yang berbahaya. Bahkan untuk
mengisolasi Soekarno agar tidak mendapat informasi dari luar, dia digabungkan
dengan para tahanan 'elite'. Kelompok tahanan ini sebagian besar terdiri dari
orang Belanda yang terlibat korupsi, penyelewengan, atau penggelapan. Tentu
saja, obrolan dengan mereka tidak nyambung dengan Bung Karno muda yang sedang
bersemangat membahas perjuangan kemerdekaan. Paling banter yang dibicarakan
adalah soal makanan, cuaca, dan hal-hal yang tidak penting. Beberapa bulan
pertama menjadi tahanan di Sukamiskin, komunikasi Bung Karno dengan rekan-rekan
seperjuangannya nyaris putus sama sekali. Tapi sebenarnya, ada berbagai cara
dan akal yang dilakukan Soekarno untuk tetap mendapat informasi dari luar.
Hal itu terjadi saat pihak penjara membolehkan Soekarno menerima
kiriman makanan dan telur dari luar. Telur yang merupakan barang dagangan
Inggit itu selalu diperiksa ketat oleh sipir sebelum diterima Bung Karno.
Seperti yang dituturkan Ibu Wardoyo yang dikutip dalam buku 'Bung Karno Masa
Muda' terbitan Pustaka Antarkota tahun 1978, telur menjadi alat komunikasi
untuk mengabarkan keadaan di luar penjara. Caranya, bila Inggit mengirim telur
asin, artinya di luar ada kabar buruk yang menimpa rekan-rekan Bung Karno.
Namun dia hanya bisa menduga-duga saja kabar buruk tersebut, karena Inggit
tidak bisa menjelaskan secara detail.
Seiring berjalannya waktu, Soekarno dan Inggit kemudian
menemukan cara yang lebih canggih untuk mengelabui Belanda. Medianya masih
sama, telur. Namun, telur tersebut telah ditusuk-tusuk dengan jarum halus dan
pesan lebih detail mengenai kabar buruk itu dapat dipahami Bung Karno. Satu
tusukan di telur berarti semua kabar baik, dua tusukan artinya seorang teman
ditangkap, dan tiga tusukan berarti ada penyergapan besar-besaran terhadap para
aktivis pergerakan kemerdekaan.
Selama menjalani masa hukuman dari Desember 1929 hingga
dibebaskan pada tanggal 31 Desember 1931, Soekarno tidak pernah dijenguk oleh
kedua orangtuanya yang berada Blitar. Menurut Ibu Wardoyo, orang tua mereka
Raden Soekemi Sosrodihardjo dan Ida Ayu Nyoman Rai tidak sanggup melihat anak
yang mereka banggakan itu berada di tempat hina yakni penjara dan dalam posisi
yang tidak berdaya.
Apalagi, saat di Sukamiskin, menurut Ibu Wardoyo, kondisi
Soekarno demikian kurus dan hitam. Namun Bung Karno beralasan, dia sengaja
membuat kulitnya menjadi hitam dengan bekerja dan bergerak di bawah terik
matahari untuk memanaskan tulang-tulangnya. Sebab di dalam sel tidak ada sinar
matahari, lembab, gelap, dan dingin. Delapan bulan kemudian baru disidangkan.
Dalam pembelaannya berjudul Indonesia Menggugat, beliau menunjukkan kemurtadan
Belanda, bangsa yang mengaku lebih maju itu.
Pembelaannya itu membuat Belanda makin marah. Sehingga
pada Juli 1930, PNI pun dibubarkan. Setelah bebas pada tahun 1931, Soekarno
bergabung dengan Partindo dan sekaligus memimpinnya. Akibatnya, beliau kembali
ditangkap Belanda dan dibuang ke Ende, Flores, tahun 1933. Empat tahun kemudian
dipindahkan ke Bengkulu.
Setelah melalui perjuangan yang cukup panjang, Bung Karno dan
Bung Hatta memproklamasikan kemerdekaan RI pada 17 Agustus 1945.
Dalam sidang BPUPKI tanggal 1 Juni 1945, Ir. Soekarno mengemukakan gagasan
tentang dasar negara yang disebutnya Pancasila. Tanggal 17 Agustus 1945, Ir
Soekarno dan Drs. Mohammad Hatta memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Dalam
sidang PPKI, 18 Agustus 1945 Ir.Soekarno terpilih secara aklamasi sebagai
Presiden Republik Indonesia yang pertama.
Sebelumnya, beliau juga berhasil merumuskan Pancasila yang
kemudian menjadi dasar (ideologi) Negara Kesatuan Republik Indonesia. Beliau
berupaya mempersatukan nusantara. Bahkan Soekarno berusaha menghimpun bangsa-bangsa
di Asia, Afrika, dan Amerika Latin dengan Konferensi Asia Afrika di Bandung
pada 1955 yang kemudian berkembang menjadi Gerakan Non Blok.
Pemberontakan G-30-S/PKI melahirkan krisis politik hebat yang
menyebabkan penolakan MPR atas pertanggungjawabannya. Sebaliknya MPR mengangkat
Soeharto sebagai Pejabat Presiden. Kesehatannya terus memburuk, yang pada hari
Minggu, 21 Juni 1970 ia meninggal dunia di RSPAD. Ia disemayamkan di Wisma
Yaso, Jakarta dan dimakamkan di Blitar, Jatim di dekat makam ibundanya, Ida Ayu
Nyoman Rai. Pemerintah menganugerahkannya sebagai “Pahlawan Proklamasi”.
Presiden Soekarno dan Ibu fatmawati
Presiden Soekarno semasa hidupnya dikenal memiliki pesona,
sehingga dengan mudah menaklukkan wanita-wanita cantik yang diinginkannya.
Sejarah mencatat Bung Karno sembilan kali menikah. Namun banyak yang tidak tahu
wanita seperti apa yang dicintai Sang Putra Fajar itu. Untuk urusan kriteria
ternyata Bung Karno bukanlah sosok pria neko-neko. Perhatian Bung Karno akan
mudah tersedot jika melihat wanita sederhana yang berpakaian sopan. Lalu,
bagaimana Bung Karno memandang wanita berpenampilan seksi? Pernah di satu
kesempatan ketika sedang jalan berdua dengan Fatmawati, Bung Karno bercerita
mengenai penilaiannya terhadap wanita. Kala itu Bung Karno benar-benar sedang
jatuh hati pada Fatmawati.
"Pada suatu sore ketika kami sedang berjalan-jalan berdua,
Fatmawati bertanya padaku tentang jenis perempuan yang kusukai," ujar Soekaro dalam buku 'Bung Karno Masa
Muda' terbitan Pustaka Antar Kota. Sesaat Bung Karno memandang sosok Fatmawati
yang saat itu berpakaian sederhana dan sopan. Perasaan Bung Karno benar-benar
bergejolak, dia sedikit terkejut mendengar pertanyaan itu. "Aku
memandang kepada gadis desa ini yang berpakaian baju kurung merah dan
berkerudung kuning diselubungkan dengan sopan. Kukatakan padanya, aku menyukai
perempuan dengan keasliannya, bukan wanita modern yang pakai rok pendek, baju
ketat dan gincu bibir yang menyilaukan," kata Soekarno.
"Saya lebih menyukai wanita kolot yang setia menjaga
suaminya dan senatiasa mengambilkan alas kakinya. Saya tidak menyukai wanita
Amerika dari generasi baru, yang saya dengar menyuruh suaminya mencuci
piring," tambahnya.
Mungkin saat itu Fatmawati begitu terpesona mendengar jawaban Soekarno yang
lugas. Sampai pada akhirnya jodoh mempertemukan keduanya. Soekarno menikah
dengan Fatmawati pada tahun 1943, dan dikarunia 5 anak yakni Guntur, Megawati,
Rachmawati, Sukmawati, dan Guruh. "Saya menyukai perempuan yang
merasa bahagia dengan anak banyak. Saya sangat mencintai anak-anak," katanya.
Menurut pengakuan Ibu Fatmawati, dia dan Bung Karno tidak pernah
merayakan ulang tahun perkawinan, Jangankan kawin perak atau kawin emas, ulang
tahun pernikahan ke-1, ke-2 atau ke-3 saja tidak pernah. Sebabnya tak lain
karena keduanya tidak pernah ingat kapan menikah. Ini bisa dimaklumi karena
saat berlangsungnya pernikahan, zaman sedang dibalut perang. Saat itu Perang
Dunia II sedang berkecamuk dan Jepang baru datang untuk menjajah Indonesia.
"Kami tidak pernah merayakan kawin perak atau kawin emas.
Sebab kami anggap itu soal remeh, sedangkan kami selalu dihadapkan pada
persoalan-persoalan besar yang hebat dan dahsyat," begitu cerita Ibu
Fatmawati di buku Bung Karno Masa Muda, terbitan Pustaka Antar Kota, 1978.
Kehidupan pernikahan Bung Karno dan Fatmawati memang penuh
dengan gejolak perjuangan. Dua tahun setelah keduanya menikah, Indonesia
mencapai kemerdekaan. Tetapi ini belum selesai, justru saat itu perjuangan
fisik mencapai puncaknya. Bung Karno pastinya terlibat dalam setiap momen-momen
penting perjuangan bangsa. Pasangan ini melahirkan putra pertamanya yaitu
Guntur Soekarnoputra. Guntur lahir pada saat Bung Karno sudah berusia 42 tahun.
Berikutnya lahir Megawati, Rachmawati, Sukmawati, dan Guruh. Putra-putri Bung
Karno dikenal memiliki bakat kesenian tinggi. Hal itu tak aneh mengingat Bung
Karno adalah sosok pengagum karya seni, sementara Ibu Fatmawati sangat pandai
menari.
Sejak kecil, Soekarno sangat menyukai cerita wayang. Dia hapal
banyak cerita wayang sejak kecil. Saat masih bersekolah di Surabaya, Soekarno
rela begadang jika ada pertunjukan wayang semalam suntuk. Dia pun senang
menggambar wayang di batu tulisnya. Saat ditahan dalam penjara Banceuy pun
kisah-kisah wayanglah yang memberi kekuatan pada Soekarno. Terinspirasi dari
Gatot Kaca, Soekarno yakin kebenaran akan menang, walau harus kalah dulu
berkali-kali. Dia yakin suatu saat penjajah Belanda akan kalah oleh perjuangan
rakyat Indonesia.
"Pertunjukan wayang di dalam sel itu tidak hanya
menyenangkan dan menghiburku. Dia juga menenangkan perasaan dan memberi
kekuatan pada diriku. Bayangan-bayangan hitam di kepalaku menguap bagai kabut dan
aku bisa tidur nyenyak dengan penegasan atas keyakinanku. Bahwa yang baik akan
menang atas yang jahat," ujar Soekarno dalam biografinya yang ditulis
Cindy Adams "Bung Karno, Penyambung Lidah Rakyat Indonesia yang
diterbitkan Yayasan Bung Karno tahun 2007. Soekarno tidak hanya mencintai
budaya Jawa. Dia juga mengagumi tari-tarian dari seantero negeri. Soekarno juga
begitu takjub akan tarian selamat datang yang dilakukan oleh penduduk Papua.
Karena kecintaan Soekarno pada seni dan budaya, Istana Negara penuh dengan
aneka lukisan, patung dan benda-benda seni lainnya. Setiap pergi ke daerah,
Soekarno selalu mencari sesuatu yang unik dari daerah tersebut. Dia menghargai
setiap seniman, budayawan hingga penabuh gamelan. Soekarno akan meluangkan
waktunya untuk berbincang-bincang soal seni dan budaya setiap pagi, di samping
bicara politik.
Pemberontakan G-30-S/PKI melahirkan krisis politik hebat yang
menyebabkan penolakan MPR atas pertanggungjawabannya. Sebaliknya MPR mengangkat
Soeharto sebagai Pejabat Presiden. Saat-saat diasingkan di Istana Bogor selepas
G-30S/PKI, Soekarno membunuh waktunya dengan mengiventarisir musik-musik
keroncong yang dulu populer tahun 1930an dan kemudian menghilang. Atas kerja
kerasnya dan beberapa seniman keroncong, Soekarno berhasil menyelamatkan
beberapa karya keroncong. Setlah itu Kesehatannya terus memburuk, yang pada
hari Minggu, 21 Juni 1970 ia meninggal dunia di RSPAD. Ia disemayamkan di Wisma
Yaso, Jakarta dan dimakamkan di Blitar, Jatim di dekat makam ibundanya, Ida Ayu
Nyoman Rai. Pemerintah menganugerahkannya sebagai "Pahlawan
Proklamasi".
Detik Detik Kematian Sang Presiden
§ Jakarta, Selasa, 16 Juni 1970. Ruangan
intensive care RSPAD Gatot Subroto dipenuhi tentara sejak pagi. Serdadu
berseragam dan bersenjata lengkap bersiaga penuh di beberapa titik strategis
rumah sakit tersebut. Tak kalah banyaknya, petugas keamanan berpakaian preman
juga hilir mudik di koridor rumah sakit hingga pelataran parkir.
§ Sedari pagi, suasana mencekam sudah terasa.
Kabar yang berhembus mengatakan, mantan Presiden Soekarno akan dibawa ke rumah
sakit ini dari rumah tahanannya di Wisma Yaso yang hanya berjarak lima
kilometer.
§ Malam ini desas-desus itu terbukti. Di dalam
ruang perawatan yang sangat sederhana untuk ukuran seorang mantan presiden,
Soekarno tergolek lemah di pembaringan. Sudah beberapa hari ini kesehatannya
sangat mundur. Sepanjang hari, orang yang dulu pernah sangat berkuasa ini terus
memejamkan mata. Suhu tubuhnya sangat tinggi. Penyakit ginjal yang tidak
dirawat secara semestinya kian menggerogoti kekuatan tubuhnya.
§ Lelaki yang pernah amat jantan dan berwibawa,
dan sebab itu banyak digila-gilai perempuan seantero jagad, sekarang tak
ubahnya bagai sesosok mayat hidup. Tiada lagi wajah gantengnya. Kini wajah yang
dihiasi gigi gingsulnya telah membengkak, tanda bahwa racun telah menyebar ke
mana-mana. Bukan hanya bengkak, tapi bolong-bolong bagaikan permukaan bulan.
Mulutnya yang dahulu mampu menyihir jutaan massa dengan pidato-pidatonya yang
sangat memukau, kini hanya terkatup rapat dan kering. Sebentar-sebentar
bibirnya gemetar. Menahan sakit. Kedua tangannya yang dahulu sanggup meninju
langit dan mencakar udara, kini tergolek lemas di sisi tubuhnya yang kian
kurus.
§ Sang Putera Fajar tinggal menunggu waktu
§ Dua hari kemudian, Megawati, anak sulungnya
dari Fatmawati diizinkan tentara untuk mengunjungi ayahnya. Menyaksikan ayahnya
yang tergolek lemah dan tidak mampu membuka matanya, kedua mata Mega menitikkan
airmata. Bibirnya secara perlahan didekatkan ke telinga manusia yang paling
dicintainya ini.
§ “Pak, Pak, ini Ega…”
§ Senyap.
§ Ayahnya tak bergerak. Kedua matanya juga tidak
membuka. Namun kedua bibir Soekarno yang telah pecah-pecah bergerak-gerak
kecil, gemetar, seolah ingin mengatakan sesuatu pada puteri sulungnya itu.
Soekarno tampak mengetahui kehadiran Megawati. Tapi dia tidak mampu membuka matanya.
Tangan kanannya bergetar seolah ingin menuliskan sesuatu untuk puteri
sulungnya, tapi tubuhnya terlampau lemah untuk sekadar menulis. Tangannya
kembali terkulai. Soekarno terdiam lagi.
§ Melihat kenyataan itu, perasaan Megawati amat
terpukul. Air matanya yang sedari tadi ditahan kini menitik jatuh. Kian deras.
Perempuan muda itu menutupi hidungnya dengan sapu tangan. Tak kuat menerima
kenyataan, Megawati menjauh dan limbung. Mega segera dipapah keluar.
§ Jarum jam terus bergerak. Di luar kamar, sepasukan
tentara terus berjaga lengkap dengan senjata.
§ Malam harinya ketahanan tubuh seorang Soekarno
ambrol. Dia coma. Antara hidup dan mati. Tim dokter segera memberikan bantuan
seperlunya.
§ Keesokan hari, mantan wakil presiden Muhammad
Hatta diizinkan mengunjungi kolega lamanya ini. Hatta yang ditemani
sekretarisnya menghampiri pembaringan Soekarno dengan sangat hati-hati. Dengan
segenap kekuatan yang berhasil dihimpunnya, Soekarno berhasil membuka matanya.
Menahan rasa sakit yang tak terperi, Soekarno berkata lemah.
§ “Hatta.., kau di sini..?”
§ Yang disapa tidak bisa menyembunyikan
kesedihannya. Namun Hatta tidak mau kawannya ini mengetahui jika dirinya
bersedih. Dengan sekuat tenaga memendam kepedihan yang mencabik hati, Hatta
berusaha menjawab Soekarno dengan wajar. Sedikit tersenyum menghibur.
§ “Ya, bagaimana keadaanmu, No ?”
§ Hatta menyapanya dengan sebutan yang
digunakannya di masa lalu. Tangannya memegang lembut tangan Soekarno. Panasnya
menjalari jemarinya. Dia ingin memberikan kekuatan pada orang yang sangat
dihormatinya ini.
§ Bibir Soekarno bergetar, tiba-tiba, masih
dengan lemah, dia balik bertanya dengan bahasa Belanda. Sesuatu yang biasa
mereka berdua lakukan ketika mereka masih bersatu dalam Dwi Tunggal. “Hoe gaat
het met jou…?” Bagaimana keadaanmu?
§ Hatta memaksakan diri tersenyum. Tangannya
masih memegang lengan Soekarno.
§ Soekarno kemudian terisak bagai anak kecil.
Lelaki perkasa itu menangis di depan kawan seperjuangannya, bagai bayi yang
kehilangan mainan. Hatta tidak lagi mampu mengendalikan perasaannya.
Pertahanannya bobol. Airmatanya juga tumpah. Hatta ikut menangis.
§ Kedua teman lama yang sempat berpisah itu
saling berpegangan tangan seolah takut berpisah. Hatta tahu, waktu yang
tersedia bagi orang yang sangat dikaguminya ini tidak akan lama lagi. Dan Hatta
juga tahu, betapa kejamnya siksaan tanpa pukulan yang dialami sahabatnya ini.
Sesuatu yang hanya bisa dilakukan oleh manusia yang tidak punya nurani.
§ “No…” Hanya itu yang bisa terucap dari
bibirnya. Hatta tidak mampu mengucapkan lebih. Bibirnya bergetar menahan
kesedihan sekaligus kekecewaannya. Bahunya terguncang-guncang.
§ Jauh di lubuk hatinya, Hatta sangat marah pada
penguasa baru yang sampai hati menyiksa bapak bangsa ini. Walau prinsip politik
antara dirinya dengan Soekarno tidak bersesuaian, namun hal itu sama sekali
tidak merusak persabatannya yang demikian erat dan tulus.
§ Hatta masih memegang lengan Soekarno ketika
kawannya ini kembali memejamkan matanya.
§ Jarum jam terus bergerak. Merambati angka demi
angka. Sisa waktu bagi Soekarno kian tipis.
§ Sehari setelah pertemuan dengan Hatta, kondisi
Soekarno yang sudah buruk, terus merosot. Putera Sang Fajar itu tidak mampu
lagi membuka kedua matanya. Suhu badannya terus meninggi. Soekarno kini
menggigil. Peluh membasahi bantal dan piyamanya. Malamnya Dewi Soekarno dan
puterinya yang masih berusia tiga tahun, Karina, hadir di rumah sakit. Soekarno
belum pernah sekali pun melihat anaknya.
§ Minggu pagi, 21 Juni 1970. Dokter Mardjono,
salah seorang anggota tim dokter kepresidenan seperti biasa melakukan pemeriksaan
rutin. Bersama dua orang paramedis, Dokter Mardjono memeriksa kondisi pasien
istimewanya ini. Sebagai seorang dokter yang telah berpengalaman, Mardjono tahu
waktunya tidak akan lama lagi.
§ Dengan sangat hati-hati dan penuh hormat, dia
memeriksa denyut nadi Soekarno. Dengan sisa kekuatan yang masih ada, Soekarno
menggerakkan tangan kanannya, memegang lengan dokternya. Mardjono merasakan
panas yang demikian tinggi dari tangan yang amat lemah ini. Tiba-tiba tangan
yang panas itu terkulai. Detik itu juga Soekarno menghembuskan nafas
terakhirnya. Kedua matanya tidak pernah mampu lagi untuk membuka. Tubuhnya
tergolek tak bergerak lagi. Kini untuk selamanya.
§ Situasi di sekitar ruangan sangat sepi. Udara
sesaat terasa berhenti mengalir. Suara burung yang biasa berkicau tiada
terdengar. Kehampaan sepersekian detik yang begitu mencekam. Sekaligus
menyedihkan.
§ Dunia melepas salah seorang pembuat sejarah
yang penuh kontroversi. Banyak orang menyayanginya, tapi banyak pula yang
membencinya. Namun semua sepakat, Soekarno adalah seorang manusia yang tidak
biasa. Yang belum tentu dilahirkan kembali dalam waktu satu abad. Manusia itu
kini telah tiada.
§ Dokter Mardjono segera memanggil seluruh
rekannya, sesama tim dokter kepresidenan. Tak lama kemudian mereka mengeluarkan
pernyataan resmi: Soekarno telah meninggal.
Isu di bunuh secara perlahan
Banyak Keyakinan orang banyak bahwa Bung Karno dibunuh secara
perlahan mungkin bisa dilihat dari cara pengobatan proklamator RI ini yang
segalanya diatur secara ketat dan represif oleh Presiden Soeharto. Bung Karno
ketika sakit ditahan di Wisma Yasso (Yasso adalah nama saudara laki-laki Dewi
Soekarno) di Jl. Gatot Subroto. Penahanan ini membuatnya amat menderita lahir
dan bathin. Anak-anaknya pun tidak dapat bebas mengunjunginya.
Banyak resep tim dokternya, yang dipimpin dr. Mahar Mardjono,
yang tidak dapat ditukar dengan obat. Ada tumpukan resep di sebuah sudut di
tempat penahanan Bung Karno. Resep-resep untuk mengambil obat di situ tidak
pernah ditukarkan dengan obat. Bung Karno memang dibiarkan sakit dan mungkin
dengan begitu diharapkan oleh penguasa baru tersebut agar bisa mempercepat
kematiannya.
Permintaan dari tim dokter Bung Karno untuk mendatangkan
alat-alat kesehatan dari Cina pun dilarang oleh Presiden Soeharto. “Bahkan
untuk sekadar menebus obat dan mengobati gigi yang sakit, harus seizin dia, ”
demikian Rachmawati Soekarnoputeri pernah bercerita.
Kata Kata Bijak Soekarno
- Kita
bangsa besar, kita bukan bangsa tempe. Kita tidak akan mengemis, kita
tidak akan minta-minta apalagi jika bantuan-bantuan itu diembel-embeli
dengan syarat ini syarat itu ! Lebih baik makan gaplek tetapi merdeka,
dari pada makan bestik tetapi budak. [Pidato HUT Proklamasi, 1963]
- Bangsa
yang besar adalah bangsa yang menghormati jasa pahlawannya. (Pidato Hari
Pahlawan 10 Nop.1961)
- Perjuanganku
lebih mudah karena mengusir penjajah, tapi perjuanganmu akan lebih sulit
karena melawan bangsamu sendiri.
- Jadikan
deritaku ini sebagai kesaksian, bahwa kekuasaan seorang presiden sekalipun
ada batasnya. Karena kekuasaan yang langgeng hanyalah kekuasaan rakyat.
Dan diatas segalanya adalah kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa.
- Apabila
di dalam diri seseorang masih ada rasa malu dan takut untuk berbuat suatu
kebaikan, maka jaminan bagi orang tersebut adalah tidak akan bertemunya ia
dengan kemajuan selangkah pun.
- Bangsa
yang tidak percaya kepada kekuatan dirinya sebagai suatu bangsa, tidak
dapat berdiri sebagai suatu bangsa yang merdeka.
- Bangunlah
suatu dunia di mana semua bangsa hidup dalam damai dan persaudaraan
- Janganlah
mengira kita semua sudah cukup berjasa dengan segi tiga warna. Selama
masih ada ratap tangis di gubuk-gubuk pekerjaan kita selesai ! Berjuanglah
terus dengan mengucurkan sebanyak-banyak keringat.
- Berikan
aku 1000 orang tua, niscaya akan kucabut semeru dari akarnya, berikan aku
1 pemuda, niscaya akan kuguncangkan dunia
- Tidak
seorang pun yang menghitung-hitung: berapa untung yang kudapat nanti dari
Republik ini, jikalau aku berjuang dan berkorban untuk mempertahankannya
- Janganlah
melihat ke masa depan dengan mata buta! Masa yang lampau adalah berguna
sekali untuk menjadi kaca bengala dari pada masa yang akan datang.
Comments
Post a Comment